Pancasila sebagai ideologi negara tidak lahir begitu saja, melainkan berakar kuat pada nilai-nilai luhur yang telah menjadi dasar tradisional pendidikan masyarakat Nusantara selama berabad-abad. Memahami Pancasila berarti memahami jati diri bangsa Indonesia yang multikultural dan sarat akan kearifan lokal. Oleh karena itu, pendidikan Pancasila bukan hanya sekadar pembelajaran hafalan, tetapi sebuah proses internalisasi nilai-nilai yang telah turun-temurun membentuk karakter dan pandangan hidup bangsa.
Nilai-nilai Pancasila, seperti Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan, sejatinya telah tercermin dalam berbagai praktik kehidupan sosial, budaya, dan spiritual masyarakat adat di seluruh Indonesia. Contoh konkretnya adalah semangat gotong royong yang menjadi tradisi di berbagai daerah, seperti “marsiurupan” di Sumatera Utara atau “subak” di Bali, yang merupakan manifestasi nyata dari nilai persatuan dan kemanusiaan. Tradisi musyawarah untuk mencapai mufakat dalam pengambilan keputusan di tingkat desa juga adalah cerminan dari sila keempat, Kerakyatan. Semua ini menunjukkan betapa kuatnya dasar tradisional pendidikan yang telah ada jauh sebelum negara Indonesia merdeka.
Pendidikan Pancasila dengan dasar tradisional pendidikan ini memiliki peran krusial dalam menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi. Arus informasi dan budaya asing yang masif dapat mengikis identitas nasional jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang kuat akan nilai-nilai luhur bangsa sendiri. Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dalam pidatonya, menegaskan kembali pentingnya penguatan pendidikan karakter berbasis Pancasila sebagai benteng moral bagi generasi muda.
Penerapan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya tugas institusi pendidikan formal, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Dari keluarga, lingkungan komunitas, hingga lembaga-lembaga pemerintahan, semua berperan dalam menanamkan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Data dari survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal tahun 2024 menunjukkan bahwa tingkat pemahaman masyarakat terhadap Pancasila masih perlu ditingkatkan, terutama di kalangan generasi muda, meskipun antusiasme terhadap kegiatan kebudayaan lokal cukup tinggi. Hal ini menandakan bahwa pendekatan pendidikan Pancasila harus lebih mengedepankan aspek praktis dan kontekstual.
Sebagai kesimpulan, dasar tradisional pendidikan Pancasila adalah fondasi yang tak tergantikan dalam membentuk dan menjaga jati diri Nusantara. Dengan terus menggali dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang telah ada sejak nenek moyang, pendidikan Pancasila akan senantiasa relevan dan menjadi cerminan sejati dari kepribadian bangsa Indonesia. Ini adalah komitmen bersama untuk membangun masa depan yang berlandaskan nilai-nilai luhur Pancasila.
